PENGGODA YANG TAK PERNAH LELAH
Gambar : Hassan II Mosque in the background at dusk, Casablanca, Morocco
Wahab bin Munabbih meriwayatkan sebuah cerita yang didengarnya dari Nabi.
Pada periode Bani Israel, ada seorang laki-laki yang masyhur dikenal sebagai ahli ibadah. Hampir seluruh waktunya dia habiskan di sinagog, tempat ibadah kaum Yahudi. Dia tidak ikut hiruk pikuk kehidupan kota. Bahkan dia menghindari diri dari hal-hal yang mungkin akan mengganggu konsentrasi ibadah kepada Allah.
"Di sekitar sinagog, hiduplah tiga anak muda, bersama seorang beradik perempuan yang cantik jelita. Suatu hari, tiga kakak beradik laki-laki ini diwajibkan ikut perang oleh penguasa setempat. Mereka tidak menolak untuk pergi perang. Akan tetapi mereka bingung, kepada siapa adik perempuannya ini akan dititipkan. Setelah berunding pajang, akhirnya mereka sepakat bahwa tempat yang paling aman dan orang yang paling bisa dipercaya untuk memelihara adiknya ini adalah sang Abid (ahli ibadah) di sinagog.
Mereka mendatangi si Abid dan memohon bantuannya agar mau memelihara si adik sepanjang kepergian mereka.
Si Abid merasa amat keberatan. Dia tolak permohonan mereka dengan seribu macam alasan. Namun, tiga kakak beradik ini tetap mendesak si Abid agar mau menerima permohonan mereka. “Kami sudah berusaha ke sana kemari untuk menitipkan adik kami, tetapi kami tidak menemukan tempat yang aman baginya. Karena Anda seorang yang sangat patuh beribadah pada Allah dan seorang yang menghabiskan hampir seluruh waktunya di jalan-Nya, maka kami yakin bahwa adik kami akan selamat di tangan Anda. Andalah satu-satunya orang yang paling bisa dipercaya.”
Begitulah pinta mereka pada si Abid. Dengan berat hati akhirnya si Abid menerima permohonan mereka dengan sejumlah syarat. Pertama ia bisa “tinggal hanya di sebuah tempat yang terletak di sebelah sinagog. Kedua, tidak boleh berjumpa dengan si Abid. Ketiga, makanan hanya akan diantarkan sampai batas pintu sinagog saja.
Seperti yang direncanakan, wanita muda ini menempati rumah yang bersebelahan dengan sinagog setelah kepergian saudara-saudaranya. Setiap hari sang Abid mengirimkan makanan sampai batas depan pintu sinagog ,kemudian wanita muda ini akan keluar dan membawa makanan pulang ke rumah.
Rutinitas ini berjalan agak lama sampailah suatu saat Iblis yang menyamar rupa manusia datang menggoda. “Wahai Abid. Anda telah melakukan sebuah amal kebajikan yang sangat besar karena telah memberi makanan pada orang yang memerlukan. Tapi Anda akan memperoleh pahala yang lebih besar lagi apabila makanan itu Anda sampaikan sendiri ke pintu rumahnya. Di samping itu Anda juga akan terhindar dari fitnah orang yang mungkin secara kebetulan melihat seorang wanita muda keluar sendirian ke arah rumah ibadat ini.”
“Benar juga nasihat orang ini,” pikir si Abid.
Demi menghindari fitnah yang mungkin timbul dan demi pahala yang lebih besar, si Abid mengantar sendiri makanan ini sampai ke hadapan pintu rumah. Dia tidak mau mengetuk pintu rumah, apalagi memberitahu kepada si wanita bahwa makanannya telah siap di luar. Dia hanya meletakkan makanan dan kembali ke rumah ibadat untuk melanjutkan ibadahnya.
Rutinitas ini juga berlanjut agak lama, sampailah si Iblis datang lagi kepadanya dalam bentuk manusia alim yang menasihati. “Anda telah lakukan amal kebajikan yang sangat berarti di sisi Allah. Apa salahnya apabila Anda mengantar makanan itu itu sampai ke rumahnya. Toh Anda juga sudah lama mengenalnya dan dia sudah kenal Anda dengan baik.”
“Benar juga, “ pikir si Abid.
Dengan hati yang sangat yakin akan kekuatan imannya, si Abid mengantarkan makanan sampai ke dalam rumah. Tapi dia masih menghindari diri dari berhadapan apalagi berbicara dengan si wanita. Setelah agak lama, si Iblis datang lagi dengan kiat-kiat baru yang telah disiapkannya.
“Kasihan wanita itu,” kata Iblis memulai. “Sudah lama dia hidup sendirian dan tidak berinteraksi dengan manusia lain. Sebagai manusia yang normal, dia merasa sangat berduka karena tak ada orang yang yang bisa diajaknya bicara. Anda telah membantunya memberi makan dan apa salahnya apabila Anda juga memberinya waktu untuk berbicara walau sejenak. Dengan itu Anda akan mendapatkan dua pahala, pahala lantaran memberi makanan dan pahala karena membahagiakan hati hamba Allah yang sedang berduka.”
Demi mengejar dua pahala, si Abid mau berbicara dengan wanita ini. Semula dia hanya menyempatkan waktu berbicara dari depan pintu sinagog, sementara si wanita dari depan pintu rumah, lama kelamaan karena khawatir akan fitnah yang mungkin timbul, mereka pindah ke dalam rumah. Iblis memperhalus suara si wanita pada telinga si Abid sehingga dia merasa sangat betah berbicara dengannya.
Semula hanya sebentar, namun lama-kelamaan si Abid menghabiskan hampir seluruh siangnya bersama si wanita ini. Karena sering berjumpa dan saling pandang, akhirnya si Abid tak dapat menahan nafsu syahwatnya. Dinodainya si wanita sampai ia mengandung.
Ketika anaknya lahir, iblis datang lagi dengan berita baru. “Saya khawatir saudara-saudaranya akan tahu apa yang Anda lakukan terhadap adiknya ini. Untuk menghilangkan jejak, bunuh saja anaknya, biar Anda dan wanita itu tidak diketahui berbuat mesum.”
Setelah anaknya dibunuh, Iblis datang lagi sambil menakut-nakutinya. “Tidak mungkin wanita itu akan menyembunyikan berita dukanya terhadap kakak-kakaknya. Kalau kau tidak habisi nyawa wanita itu, pasti dia akan bercerita kepada mereka.”
Khawatir membongkar rahasia, dia pun menghabisi nyawa si wanita yang malang itu. Kini si wanita beserta anaknya dia kuburkan dalam suatu lubang di sekitar rumah, kemudian dia timbun dengan tanah dan sebongkah batu gunung yang besar. Seperti biasa, si Abid kembali ke sinagonya melakukan ibadah. Tak lama setelah itu, tiga saudara perempuan ini kembali dari peperangan yang panjang dan meletihkan.
Mereka sangat merindukan adik perempuannya. Mereka terlebih dahulu mendatangi si Abid menanyakan ihwal si adik sebelum sampai di rumah. Sambil menangis si Abid mengucapkan kata-kata belasungkawa atas wafatnya si adik.
“Dia adalah wanita yang sangat saleh,” kata si Abid. “Tapi urusan usia manusia semuanya berada di tangan Allah.Lihatlah kuburannya di rumah tempat tinggalnya dahulu dan ziarahilah dia.”
Semua saudara wanita itu menangisi kematiannya. Berhari-hari mereka tinggal di sekitar kuburan, dan si Abid juga ikut menyatakan duka citanya kepada mereka.
Suatu malam, Iblis yang menyerupai seorang musafir mendatangi mereka dalam mimpi. Kepada kakak yang tertua si Iblis bertanya, “Mana adik wanita kalian?” Si kakak menceritakan keadaan adiknya persis seperti yang diceritakan oleh Abid kepadanya.
Iblis membantah, “Tidak. Adikmu telah dinodainya sampai kemudian melahirkan seorang anak. Khawatir terbongkar dia dibunuh dan dikuburkan persis di sebelah kanan pintu masuk rumah. Anda akan bisa menemukannya apabila Anda bongkar kuburannya.” Iblis mendatangi adik yang kedua dan ketiga dalam mimpi mereka dengan menyatakan berita yang serupa.
Keesokan harinya, masing-masing mereka menceritakan mimpi yang sama. Si kakak yang pertama dan kedua tidak percaya akan nimpi tersebut. Tapi yang kecil ngotot ingin membongkar kuburan yang diberitahu oleh tamu yang datang dalam mimpi.
Tak diduga, kuburan yang mereka bongkar benar-benar menunjukkan seperti apa yang dilihatnya dalam mimpi tadi malam. Kepada penguasa, mereka minta agar si Abid dijatuhi hukuman mati dengan cara disalib. Ketika si Abid tengah dikat, Iblis sekali lagi mendatanginya. Katanya, “Aku adalah Iblis yang menggodamu sejak pertama kau beribadah di sinagog itu.
Aku ingin menolong dan menyelamatkanmu dari tiang gantung ini dengan syarat kau mematuhiku dan syirik kepada Allah. Apabila kau setuju, kau akan selamat dan tetap hidup.” Demi nyawa dan kehidupan, si Abid menerima usul Iblis. Dia kufur pada Allah dan menyatakan dengan tegas sebagai hambanya Iblis. Setelah kufur, Iblis berteriak dengan suara yang sangat keras: “Tidak! Tidak! Aku tidak bertanggung jawab atas kekufuranmu. Aku tidak sanggup memikul murka Allah. Pertanggungjawabkanlah sendiri. Kau telah memilih jalanmu dengan penuh kesadaran. Aku tetap takut pada Allah, Tuhan semesta alam.” (OS. 59: 16). 98
(dialog dialog Sufi , Husein Shahab, Remaja Rosdakarya)
Referensi :
Amadi, Abdul Wahid. Tanpa tahun. Ghurar al Hikam wa Durar al-Kalim. Teheran: Maktab al-I'lam al-Islami. Al-Fasyani, Syaikh Ahmad bin Hijazi. Tanpa tahun. Al-Majalis al Sunniyah. Indonesia: Syirkah Asia Nur. Al-Husaini, Al-Hamid. 1993. Baitun Nubuwwah, Rumah Tangga Nabi Muhammad. Jakarta: Yayasan Al-Hamidi.
Al-Ishfahani, Abi Naim. Tanpa tahun. Hilyah al-Auliya. Beirut: Dar al-Fikr. Al-Khaubari, Utsman bin Hasan. 1979. Durrah al-Nashibin. Beirut: Dar al-fikr. Al-Qazwini, Muhammad Kadzim. 1977. Fatimah al-Zahra. Beirut: Dar al-Shadiq.
Syahri, Muhammad Rei. 1403 H. Mizan al-Hikmah. Teheran: Maktab al-I'lam al-Islami. Syirazi, Hasan. 1988. Kalimatullah. Karachi: Jamiah alTa'limat al-Islamiah. . Thabathabai. 1983. Tafsir al-Mizan. Beirut: Muassasah alA‘lami.
Good
BalasHapus